Strategibola – Kemenangan Timnas Indonesia atas Bahrain pada 25 Maret 2025 lalu seharusnya menjadi momen membanggakan. Bertanding di Stadion Utama Gelora Bung Karno, skuad Garuda menang tipis 1-0 dan menjaga asa lolos ke Piala Dunia 2026. Namun sayangnya, euforia kemenangan itu harus ternoda oleh aksi sebagian suporter.
Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) resmi menjatuhkan sanksi kepada PSSI akibat aksi tidak terpuji para pendukung Indonesia. FIFA menilai terjadi pelanggaran berat berupa ujaran diskriminatif atau xenophobia yang diteriakkan oleh sekelompok suporter di laga tersebut.
FIFA Soroti Teriakan Xenophobia: PSSI Diminta Bertanggung Jawab
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga, mengungkapkan bahwa FIFA telah mengirim surat resmi kepada pihaknya. Dalam surat itu disebutkan bahwa FIFA mengacu pada Pasal 15 Regulasi Disipliner tentang larangan diskriminasi dalam sepak bola.
“FIFA menyebut ada pelanggaran perilaku diskriminatif dari pendukung tuan rumah. Sekitar 200 suporter Indonesia, terutama dari sektor utara dan selatan, kedapatan meneriakkan slogan xenophobia pada menit ke-80,” ujar Arya.
Istilah xenophobia merujuk pada sikap kebencian terhadap orang asing atau kelompok yang berbeda. Tindakan ini jelas bertentangan dengan semangat sepak bola yang menjunjung tinggi kesetaraan dan penghormatan antarbangsa.
Denda Rp400 Juta dan Kursi Kosong di Laga Berikutnya
Sebagai bentuk sanksi, FIFA menjatuhkan denda finansial kepada PSSI sebesar hampir Rp400 juta. Tak hanya itu, kapasitas penonton untuk laga kandang selanjutnya juga dibatasi.
PSSI diwajibkan menutup sekitar 15% kapasitas stadion, khususnya di tribun belakang gawang. Langkah ini dimaksudkan untuk menciptakan atmosfer yang lebih kondusif dan bebas dari ujaran kebencian.
“FIFA mewajibkan kami menutup sebagian tempat duduk, terutama di sisi utara dan selatan stadion. Ini hukuman langsung atas insiden suporter di laga kontra Bahrain,” lanjut Arya.
Kesempatan Edukasi: Komunitas Anti-Diskriminasi Bisa Isi Kursi Kosong
Meski diberi sanksi, FIFA juga membuka ruang bagi PSSI untuk mengubah sanksi ini menjadi momen edukatif. Tribun yang dikosongkan bisa ditempati oleh komunitas anti-diskriminasi, pelajar, perempuan, atau keluarga.
Dengan catatan, pihak yang diizinkan duduk di area tersebut harus menggelar spanduk berisi pesan perdamaian dan anti-diskriminasi.
“FIFA memberi opsi agar tribun kosong itu diisi oleh komunitas positif, asalkan ada kampanye anti-diskriminasi yang jelas. Ini bisa jadi kesempatan baik untuk edukasi suporter dan masyarakat,” jelas Arya.
Penutup yang Mengedukasi
Peristiwa ini jadi pelajaran penting bahwa kemenangan di lapangan tak berarti apa-apa jika tak diiringi dengan sikap sportif dari tribun penonton. Sepak bola bukan hanya tentang skor akhir, tapi juga tentang semangat persaudaraan lintas bangsa. Sudah saatnya seluruh elemen suporter Indonesia bergerak bersama membangun atmosfer stadion yang ramah, inklusif, dan bebas dari kebencian.