Pelatih Fiorentina, Vincenzo Italiano Merasa Lebih Tersakiti di Final UECL

Pelatih Fiorentina Vincenzo Italiano Merasa Lebih Tersakiti di Final UECL

Strategibola – Pelatih Fiorentina, Vincenzo Italiano, mengungkapkan kekalahan di final Liga Konferensi Eropa (UECL) dari Olympiakos di OPAP Arena, Yunani, lebih menyakitkan bagi tim dan pendukungnya dibandingkan kekalahan tahun lalu dari West Ham United.

Kekecewaan Mendalam Dan Kekalahan yang Tak Terduga

Vincenzo Italiano mengakui bahwa kekalahan kali ini sangat menyakitkan, terutama karena Fiorentina sangat percaya diri bisa memenangkan pertandingan.

Bacaan Lainnya

“Kami sangat percaya kali ini. Itu menyakitkan,” ungkap Italiano.

Tahun lalu, Fiorentina juga harus menerima kekalahan pahit di final UECL dan final Coppa Italia dari Inter Milan.

Pertandingan berlangsung ketat dan dramatis. Harapan Fiorentina harus pupus ketika Ayoub El Kaabi, mencetak satu-satunya gol kemenangan untuk Olympiakos pada menit ke-116.

“Ini mengecewakan untuk kedua kalinya. Kami berjuang, kami mengeluarkan banyak keringat, kami menciptakan peluang melawan tim yang tidak memungkinkan Anda memainkan sepak bola bagus,” ujar Italiano.

Kurangnya Peluang di Momen Krusial

Meskipun Fiorentina menciptakan banyak peluang berbahaya dengan total 17 tembakan, hanya empat yang tepat sasaran.

“tidak berjalan sesuai keinginan kami.” ungkap Vincenzo Italiano.

Pelatih Fiorentina berusia 46 tahun ini juga menyoroti kurangnya kedewasaan dan kecerdasan timnya dalam menghadapi pertandingan penting seperti final.

“Saya rasa kami tidak pantas kalah dalam pertandingan ini, yang bisa saja berujung pada adu penalti. Ini merupakan kekecewaan besar bagi saya karena pada final ketiga kami bermain dengan cara yang benar, namun kami masih belum memiliki kedewasaan, kecerdasan, dan sedikit tambahan untuk menang dalam pertandingan yang hanya dilakukan satu kali saja,” tambahnya.

Penyesalan Mendalam Dua Tahun yang Menyakitkan

Mengalami kekalahan di dua final UECL berturut-turut menjadi pukulan berat bagi Fiorentina.

“Kekalahan itu menyakitkan, melewati dua tahun berturut-turut adalah sesuatu yang bagus, tapi tentu saja Anda harus mengangkat trofi dan kami tidak berhasil. Ini juga merupakan bagian dari proses. Perjalanan terasa hancur ketika harus menyaksikan yang lain mengangkat trofi,” katanya.

Italiano mengakui bahwa meskipun mencapai final dua tahun berturut-turut adalah pencapaian yang bagus, tidak mengangkat trofi membuat perjalanan tersebut terasa hancur.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *