Simone Inzaghi Harus Bangkit dari Kegagalan Scudetto dan Raih Kejayaan Liga Champions

Simone Inzaghi Harus Bangkit dan Raih Kejayaan Liga Champions

Strategibola.com – Inter Milan kembali ke panggung final Eropa, dua kali dalam tiga tahun terakhir. Namun, final Liga Champions di Munich akhir pekan ini bisa menjadi momen penentu dan sekaligus akhir dari sebuah era di klub berjuluk Nerazzurri ini.

Ambisi Besar Simone Inzaghi dan Inter Milan

Setelah kemenangan 2-0 atas Feyenoord di De Kuip pada 5 Maret lalu, pelatih Simone Inzaghi dengan penuh percaya diri menyebut target ambisius timnya: “Treble” — gelar tiga trofi dalam satu musim. Saat itu, Inter hampir memastikan tiket perempat final Liga Champions, sedang berada di puncak klasemen Serie A, dan menunggu babak semifinal Coppa Italia.

Target ini jelas bukan isapan jempol. Namun kini, ketakutan muncul bahwa Inter harus mengakhiri musim tanpa gelar sama sekali. Ini menjadi pukulan telak bagi tim yang selama ini dianggap kurang diapresiasi, tetapi justru sangat dihormati di kalangan sepak bola profesional.

Final Liga Champions 2023: Luka yang Membekas

Kekalahan menyakitkan di final Liga Champions musim lalu dari Manchester City menjadi luka besar yang belum sepenuhnya sembuh. Inter dianggap underdog saat itu, dan banyak yang memprediksi kekalahan telak oleh tim yang dilatih Pep Guardiola.

Meski kalah 0-1, lini belakang Inter tampil luar biasa dengan berhasil menahan striker haus gol seperti Erling Haaland. Meskipun Rodri mencetak gol kemenangan dengan keberuntungan, Inter mendominasi 15 menit terakhir pertandingan dan beberapa peluang emas, terutama dari Romelu Lukaku, gagal dimanfaatkan.

Kegagalan itu memicu frustrasi dalam tim, namun juga jadi motivasi kuat untuk bangkit. Inzaghi dan anak asuhnya membuktikan kelasnya dengan menahan gempuran tim kaya raya seperti City, bahkan layak memaksakan pertandingan ke babak tambahan.

Performa Inter di Serie A dan Tantangan Musim Ini

Kepercayaan diri Inter meningkat drastis setelah penampilan mereka di Liga Champions. Mereka tampil dominan di Serie A musim lalu, bahkan sempat berada di posisi teratas. Sayangnya, mereka gagal mempertahankan Scudetto musim ini, tertinggal satu poin dari Napoli yang asuhan Antonio Conte. Napoli sendiri lebih ringan beban karena tidak terlibat dalam laga Eropa.

Inter sebenarnya berpeluang mengambil alih puncak klasemen pada pekan kedua terakhir. Namun, gol terakhir Lazio di menit ke-90 dalam pertandingan yang berakhir imbang 2-2 membuat peluang itu sirna. Napoli hanya perlu mengalahkan Cagliari untuk memastikan gelar, yang kemudian mereka lakukan.

Jadwal Padat dan Penurunan Performa Inter

Kerusakan sebenarnya terjadi pada akhir April, saat Inter kalah dalam dua pertandingan penting melawan Bologna dan Roma di Serie A, serta dipermalukan rival sekota AC Milan di semifinal Coppa Italia. Jadwal padat membuat pemain kelelahan, dan Inzaghi mengeluhkan kurangnya ketajaman dan energi.

Momen Epik di Liga Champions: Mengalahkan Raksasa Eropa

Di tengah krisis performa di liga, Inter menunjukkan kelasnya di Liga Champions dengan meladeni Barcelona yang lebih muda dan penuh talenta. Pertandingan leg pertama di Camp Nou berakhir dengan skor 3-3, laga dramatis dengan kualitas tinggi.

Leg kedua di San Siro lebih mendebarkan lagi, dengan Inter memenangi pertandingan dan membawa pulang kemenangan bersejarah. Insiden dramatis bahkan hampir membuat bintang Barcelona, Ronaldo, pingsan, sementara David Frattesi hampir kehilangan kesadaran usai mencetak gol kemenangan.

Mental Juara dan Respek dari Lawan

Pernyataan pemain seperti David Frattesi yang menekankan kerja keras dan keyakinannya mencerminkan karakter kuat tim ini. Alessandro Bastoni juga mengakui bahwa meski Inter tidak memiliki talenta individu terbesar, mereka mampu membuat semua lawan sulit menang.

Meskipun kurang diapresiasi secara luas, banyak pelatih dan pemain top yang sangat menghormati Inter. Pep Guardiola menyebut mereka sebagai “master pertahanan dan transisi,” sementara Luis Enrique dari PSG menilai Inter sebagai “tim sejati” sebelum laga final Liga Champions.

Tantangan Usia dan Kedalaman Skuad

Salah satu tantangan terbesar Inter adalah usia skuad yang tidak muda lagi. Starting lineup di final kemungkinan berisi empat pemain berusia di atas 30 tahun, seperti Francesco Acerbi, Yann Sommer, Henrikh Mkhitaryan, dan Hakan Calhanoglu. Sementara Bastoni masih dianggap pemain muda di usia 26 tahun.

Namun, Inzaghi yakin pengalaman dan mentalitas juara para pemain veteran ini adalah keuntungan dibandingkan menghadapi PSG yang lebih muda dan relatif belum berpengalaman.

Masa Depan Simone Inzaghi dan Inter Milan

Waktu terus berjalan bagi Inzaghi dan skuadnya. Pelatih asal Italia ini mulai dilirik klub-klub besar lain, termasuk tawaran menggiurkan dari Arab Saudi yang bisa menjadikannya pelatih termahal dunia.

Meski CEO Inter, Beppe Marotta, bertekad mempertahankan “arsitek utama dari musim luar biasa ini,” kenyataannya Inter perlu melakukan penyegaran skuad. Banyak pemain akan datang dan pergi di bursa transfer musim panas ini.

Kelemahan Kedalaman Skuad dan Jadwal Berat

Inter memainkan 19 pertandingan lebih banyak dibanding Napoli di musim ini. Beban pertandingan yang berat itu sangat terasa, terutama pada tahap akhir kompetisi. Skuad yang minim kedalaman membuat mereka sulit bersaing dalam tiga kompetisi sekaligus.

Namun, satu laga tersisa akan menentukan bagaimana musim ini dikenang. Meskipun harapan treble mungkin sudah pupus, laga final Liga Champions di Munich adalah kesempatan terakhir untuk mengangkat trofi terbesar musim ini.

Kesempatan Terakhir untuk Kejayaan

Pertandingan final Liga Champions ini bukan hanya tentang mengangkat trofi, tapi juga menentukan warisan Simone Inzaghi dan tim Inter Milan. Mereka telah membuktikan diri sebagai tim yang solid, penuh semangat, dan bermental juara meskipun kurang diapresiasi.

Kini, mereka berdiri di ambang kesempatan terakhir untuk mengubah musim yang sulit menjadi momen kejayaan yang abadi. Final di Munich adalah peluang yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Comments are closed.