Liverpool Kehilangan Jati Diri: Arne Slot di Persimpangan Krisis Anfield

Liverpool Kehilangan Jati Diri: Arne Slot di Persimpangan Krisis Anfield

Strategiblola – Hanya beberapa bulan setelah mengangkat trofi Premier League, Liverpool kini tampak seperti tim yang lupa caranya menang. Di bawah Arne Slot, sang juara bertahan justru terjerembap ke jurang krisis dengan empat kekalahan beruntun. Terbaru, kekalahan 2-3 dari Brentford menjadi simbol betapa rapuhnya fondasi yang dulu kokoh di bawah Jurgen Klopp.

Slot berdalih perubahan pendekatan lawan menjadi penyebab penurunan performa. Namun, publik melihat masalahnya jauh lebih dalam. Liverpool tidak kalah karena dunia berubah, tapi karena mereka sendiri berhenti berkembang.


Krisis yang Terjadi Terlalu Cepat

Empat kekalahan beruntun di Premier League bukan sekadar statistik buruk. Ini alarm keras. Liverpool kini sejajar dengan catatan muram tim-tim seperti Leicester 2016/17 dan Manchester City musim lalu — juara bertahan yang gagal mempertahankan standar mereka sendiri.

Slot mengakui pertahanan timnya menjadi sumber masalah. “Kebobolan tiga gol jelas terlalu banyak,” katanya usai laga di Gtech Community Stadium. “Gol pertama dari bola mati, yang kedua dari serangan balik — dua hal yang sudah kami antisipasi tapi tetap terjadi.”

Faktanya, sejak Mei lalu, Liverpool sudah sembilan kali kebobolan dua gol atau lebih — terbanyak di antara tim Premier League. Untuk tim yang dikenal disiplin dan tangguh, ini bukan sekadar kebetulan, melainkan gejala sistemik.


Pertahanan yang Runtuh: Van Dijk dan Kerkez Jadi Sorotan

Jika pertahanan adalah dasar dari segalanya, maka fondasi Liverpool kini sudah retak. Virgil van Dijk, yang dulu simbol ketenangan dan kekuatan, kini terlihat ragu dan lambat membaca permainan. Ia bahkan menjatuhkan Dango Ouattara di kotak penalti, menghasilkan gol lewat titik putih bagi Brentford.

Di sisinya, Milos Kerkez — rekrutan £40 juta — juga gagal memberikan ketenangan. Koordinasi keduanya kerap kacau, komunikasi minim, dan ekspresi frustrasi sering terlihat. Inilah refleksi nyata dari tim yang kehilangan kepercayaan diri.


Tengah Tanpa Kendali: Wirtz Gagal Jadi Solusi

Lini tengah Liverpool, yang dulu jadi mesin penggerak serangan, kini tampak mati. Florian Wirtz, gelandang muda yang dibeli seharga £116 juta, belum mampu menunjukkan kualitas yang diharapkan. Ia kehilangan pengaruh, kehilangan arah, dan bahkan kehilangan tempat di babak kedua.

Wirtz bukan satu-satunya masalah. Seluruh struktur lini tengah tampak tidak sinkron. Transisi lambat, distribusi bola buruk, dan tidak ada pemain yang bisa mengatur tempo. Serangan Liverpool terasa seperti serangkaian upaya individual, bukan rencana kolektif.


Serangan Mandek: Salah Menurun, Ekitike Terisolasi

Mohamed Salah masih mencetak gol, tapi pesonanya memudar. Ia terlihat frustrasi dan kesulitan mencari ruang. Tanpa dukungan dari lini tengah, Salah dan Hugo Ekitike seperti dua pemain yang berjuang di lautan kosong.

Cedera Alexander Isak dan absennya Ryan Gravenberch menambah parah situasi. Ekitike, yang seharusnya jadi poros serangan, jarang mendapat suplai. Setiap bola panjang hanya berakhir di kaki bek lawan. Liverpool kini seperti tim yang bermain tanpa rencana B.


Slot di Persimpangan: Bercermin, Bukan Menyalahkan Dunia

Arne Slot bisa saja mencari alasan — taktik lawan, jadwal padat, cedera, atau adaptasi pemain baru. Tapi pada akhirnya, masalah utama ada di ruang ganti sendiri. Tim ini kehilangan semangat, arah, dan karakter juara yang dulu jadi identitas mereka.

Dengan pengeluaran hampir £450 juta di bursa transfer, tidak ada lagi tempat bersembunyi. Liverpool harus berubah dari dalam, bukan dengan konferensi pers atau retorika kosong, tapi lewat pembenahan nyata di lapangan.

Satu kemenangan di Liga Champions atas Eintracht Frankfurt kini tampak seperti fatamorgana kecil di tengah padang krisis. Slot menghadapi ujian terbesar dalam kariernya: mengembalikan kebanggaan Liverpool sebelum mimpi mempertahankan gelar berubah menjadi dongeng masa lalu.

Comments are closed.