Setelah Rashford dan Garnacho, Mengapa Kobbie Mainoo Kini Tersisih di Era Ruben Amorim?

Kobbie Mainoo Kini Tersisih di Era Ruben Amorim

Strategibola.com – Kedatangan Ruben Amorim ke Manchester United membawa janji besar tentang perubahan budaya, identitas, dan karakter tim. Namun, di balik narasi pembaruan tersebut, muncul polemik yang kian membesar: tersingkirnya Kobbie Mainoo, gelandang muda hasil akademi yang sebelumnya dianggap simbol masa depan Setan Merah.

Sebelum Mainoo, Marcus Rashford dan Alejandro Garnacho lebih dulu menerima teguran terbuka dari sang manajer. Reaksi publik relatif tenang karena dua nama itu memang tengah menuai kritik. Situasi berubah drastis ketika nama Kobbie Mainoo ikut terseret, memicu perdebatan luas di kalangan pendukung Manchester United.

Filosofi Amorim dan Benturan dengan Identitas United

Dalam wawancara perdananya bersama media resmi klub, Ruben Amorim menegaskan bahwa fokus utamanya bukan sekadar formasi 3-4-3 atau 4-3-3, melainkan mengembalikan “rasa memiliki” terhadap klub.

Ia menekankan pentingnya karakter, prinsip, dan identitas yang menurutnya telah memudar. Namun bagi banyak penggemar United, identitas klub justru identik dengan sepak bola menyerang dan keberanian memberi panggung bagi pemain akademi. Di sinilah konflik mulai terasa.

Di tengah musim sulit—yang disebut-sebut sebagai salah satu periode terburuk United dalam lima dekade terakhir—keputusan Amorim yang minim memberi kesempatan kepada Mainoo dianggap bertolak belakang dengan nilai historis klub.

Statistik yang Mengkhawatirkan: 12 Menit per Laga

Reaksi emosional publik terlihat jelas ketika Mainoo masuk sebagai pemain pengganti melawan Wolves dan disambut tepuk tangan meriah. Namun, fakta bahwa ia baru dimainkan pada menit ke-78, saat laga sudah hampir selesai, justru menegaskan posisinya yang kian marginal.

Secara statistik, Mainoo hanya mencatat rata-rata 12 menit bermain per pertandingan Liga Primer. Waktu bermain terlamanya musim ini terjadi saat melawan Burnley, itu pun karena Mason Mount mengalami cedera.

Ironisnya, dua tahun lalu di stadion yang sama, Mainoo mencetak gol kemenangan dramatis di menit akhir saat debutnya. Gol-gol krusial melawan Liverpool, Manchester City di final Piala FA, hingga perannya bersama timnas Inggris di Euro 2024 sempat mengukuhkan statusnya sebagai talenta elit.

Kini, kariernya berada di persimpangan jalan.

Keputusan Teknis atau Pesan Tersirat?

Di awal masa jabatannya, Amorim sempat mempercayai Mainoo sebagai starter dalam delapan dari 13 laga liga. Namun eksperimen kontroversial—seperti memainkannya sebagai false nine—serta cedera latihan membuat momentum itu terhenti.

Ketika Mainoo pulih, Casemiro kembali menjadi pilihan utama. Sejak saat itu, Mainoo lebih sering hanya dimainkan di Liga Europa atau sebagai pelapis.

Puncak kontroversi terjadi saat Amorim tertawa kecil ketika ditanya soal Mainoo dalam konferensi pers pasca hasil imbang melawan West Ham. Reaksi tersebut dianggap meremehkan oleh banyak penggemar.

Amorim menegaskan bahwa ia tidak melihat status atau latar belakang pemain, melainkan hanya ingin menang. Namun, pernyataan ini justru memperkuat kesan bahwa Mainoo bukan bagian dari rencana utama.

Isu Akademi dan Ketidakpercayaan

Mainoo kini menjadi satu-satunya lulusan akademi yang tersisa di skuad utama, tetapi justru nyaris tersisih. Situasi ini memicu kritik tajam dari jurnalis hingga legenda klub.

Nama Shea Lacey sempat disebut-sebut sebagai harapan baru, tetapi Amorim dengan realistis menilai Amad Diallo dan Bryan Mbeumo lebih siap. Masalahnya bukan pada Lacey, melainkan mengapa Mainoo—yang sudah terbukti di level tertinggi—justru diabaikan.

Dengan sistem dua gelandang yang kaku dan dominasi peran Bruno Fernandes, ruang bagi Mainoo semakin sempit.

Dorongan untuk Pergi dari Legenda Klub

Legenda Manchester United mulai angkat suara. Rio Ferdinand secara terbuka menyarankan Mainoo untuk pergi demi menyelamatkan kariernya. Menurutnya, sang gelandang muda telah menyia-nyiakan waktu berharga.

Paul Scholes bahkan menyebut perlakuan terhadap Mainoo sebagai bentuk kegagalan memahami DNA klub. Ia menilai Amorim tidak menangkap esensi Manchester United yang identik dengan keberanian, risiko, dan hiburan.

Kritik ini bukan tanpa dasar. United masih tertahan di papan tengah, jauh dari ekspektasi, sementara kontribusi pemain akademi nyaris nihil.

Masa Depan yang Kian Tak Pasti

Dengan jadwal padat Natal dan absennya beberapa pemain kunci karena Piala Afrika, Amorim sebenarnya memiliki peluang untuk mengembalikan Mainoo ke tim inti. Namun sinyal ke arah itu belum terlihat.

Jika situasi ini terus berlanjut, opsi hengkang pada Januari bisa menjadi langkah realistis, meski sang pemain disebut masih ingin bertahan.

Bagi Manchester United, kehilangan Kobbie Mainoo bukan sekadar soal satu pemain, melainkan simbol kegagalan menjaga identitas klub. Dan bagi Ruben Amorim, polemik ini bisa menjadi awal dari tekanan yang jauh lebih besar jika hasil di lapangan tak kunjung membaik.

Comments are closed.