Strategibola – Cristiano Ronaldo mungkin sudah lama meninggalkan Turin, tapi bayangannya masih menempel kuat di dinding Allianz Stadium. Dalam laporan keuangan terbaru, Juventus bahkan masih mencantumkan namanya—dingin dan kaku—sebagai mantan pemain terdaftar. Sebuah istilah birokratis yang menegaskan luka panjang yang belum juga sembuh.
Empat tahun setelah kepergiannya pada 2021, Juventus tetap harus menghadapi konsekuensi finansial dari era Ronaldo. Klub yang pernah begitu megah kini kembali berurusan dengan meja arbitrase karena gugatan gaji tertunda dari sang megabintang asal Portugal.
Gugatan Ronaldo dan Luka Lama yang Terbuka Lagi
Kasus ini bermula dari pandemi COVID-19, ketika Juventus melakukan pemotongan gaji besar-besaran untuk menjaga stabilitas finansial. Ronaldo, bersama sejumlah pemain lain, diklaim menyetujui kesepakatan itu. Namun kini ia menilai perjanjian tersebut tidak sah secara hukum.
Ia menuntut pembayaran hampir 20 juta euro beserta bunga keterlambatan. Juventus mengklaim sebagian sudah dibayar, tapi perselisihan terus berlanjut hingga ke meja arbitrase. Sidang terakhir berlangsung pada Maret 2025, dan keputusan akhir dijadwalkan keluar awal tahun depan.
Kasus ini bukan sekadar sengketa finansial. Ini adalah pengingat pahit tentang bagaimana keputusan besar di masa lalu masih menghantui masa kini.
Transfer Ambisius yang Berujung Krisis
Musim panas 2018 adalah momen yang seharusnya jadi awal kejayaan baru Juventus. Mereka menebus Ronaldo dari Real Madrid dengan nilai transfer fantastis dan gaji 31 juta euro per musim. Tujuannya jelas: mengantarkan Juventus kembali menguasai Eropa sekaligus memperkuat citra global klub.
Secara komersial, transfer itu memang mengangkat pamor Juventus ke level internasional. Tapi di sisi keuangan, pandemi menghantam keras dan mengubah impian menjadi beban. Biaya gaji dan hak citra Ronaldo membengkak, sementara pendapatan menurun drastis.
Ronaldo mencetak lebih dari 100 gol dan mempersembahkan dua gelar Serie A, tetapi trofi Liga Champions yang diimpikan tak pernah datang. Juventus justru terus tersingkir di babak 16 besar oleh tim-tim seperti Lyon dan Porto.
Transfer yang dulu dianggap visioner kini dipandang sebagai simbol kesalahan strategi. Sebuah pelajaran mahal tentang betapa tipisnya jarak antara ambisi dan kehancuran finansial.
Runtuhnya Era Andrea Agnelli
Setelah Ronaldo pergi, efek domino tak terhindarkan. Andrea Agnelli—arsitek era dominasi sembilan gelar Serie A beruntun—terseret ke dalam penyelidikan finansial. Dugaan manipulasi nilai transfer dan pelanggaran laporan keuangan membuat Juventus dijatuhi sanksi berat: pengurangan poin, denda 20 juta euro, dan larangan tampil di kompetisi Eropa.
Para petinggi seperti Agnelli, Pavel Nedved, dan Fabio Paratici juga mendapat larangan sementara dari dunia sepak bola. Struktur manajemen hancur berantakan, meninggalkan klub dalam ketidakpastian.
Setelah Agnelli mundur pada 2022, tongkat estafet beralih ke John Elkann. Ia berusaha menstabilkan klub di tengah badai utang dan reputasi yang tercoreng. Meski laporan keuangan tahun ini menunjukkan kerugian “hanya” 58 juta euro—turun dari 123 juta tahun sebelumnya—Juventus masih jauh dari kata aman.
Juventus Kini: Muda, Tak Stabil, Tapi Masih Berjuang
Musim ini, Juventus tampil dengan wajah baru. Lebih muda, lebih energik, tapi jauh dari konsistensi. Sembilan laga terakhir tanpa kemenangan menjadi cermin bahwa proyek kebangkitan belum berjalan mulus.
Meski begitu, muncul secercah harapan lewat Kenan Yildiz, pemain muda berusia 20 tahun yang digadang sebagai simbol era baru Bianconeri. Ia menjadi harapan publik Turin untuk mengembalikan semangat yang dulu sempat pudar.
Namun, perjalanan Juventus masih panjang. Luka dari masa lalu belum benar-benar sembuh, terutama selama kasus Ronaldo belum tuntas. Klub masih menambal kerusakan yang ditinggalkan oleh ambisi besar yang tak seindah kenyataan.
Refleksi: Harga Sebuah Mimpi Besar
Transfer Ronaldo dulu dianggap sebagai langkah strategis untuk mengubah Juventus menjadi kekuatan global. Namun, empat tahun kemudian, klub masih membayar mahal atas keputusan itu—bukan hanya dalam bentuk uang, tapi juga reputasi dan stabilitas.
Kini, Juventus sedang berusaha berdiri kembali. Mereka mencoba membangun ulang identitas, menanamkan fondasi baru yang lebih realistis, tanpa bergantung pada nama besar semata.
Mungkin, ini saatnya bagi Juventus untuk menerima kenyataan pahit: bahwa impian besar bisa berakhir dengan luka besar pula. Tapi seperti sejarah panjang klub ini, mereka selalu punya satu kebiasaan—bangkit dari reruntuhan, perlahan tapi pasti.
Sumber: Bola.net