Strategibola – FIFA resmi menjatuhkan sanksi kepada Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) karena dugaan pemalsuan dokumen dalam proyek naturalisasi tujuh pemain keturunan. Terinspirasi dari kesuksesan Indonesia, Malaysia kini terjebak dalam skandal besar yang mengguncang sepak bola ASEAN.
Kronologi Skandal Naturalisasi Timnas Malaysia: Dari Ambisi Hingga Jerat Sanksi FIFA
Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) tengah menghadapi badai besar setelah FIFA resmi menyatakan mereka bersalah atas dugaan pemalsuan dokumen naturalisasi tujuh pemain Timnas Malaysia.
Kasus ini menjadi sorotan besar di Asia Tenggara karena melibatkan proyek besar FAM yang sebelumnya disebut terinspirasi dari kesuksesan program naturalisasi Timnas Indonesia.
Proyek Ambisius yang Terinspirasi dari Indonesia
Awal kisah ini bermula pada akhir tahun 2024, ketika FAM mengumumkan proyek besar bertajuk Revolusi Sepak Bola Malaysia. Salah satu agendanya adalah melakukan naturaliasi besar-besaran terhadap pemain keturunan Malaysia di luar negeri.
Langkah ini disebut-sebut meniru strategi PSSI yang berhasil mendongkrak performa Timnas Indonesia lewat pemain naturalisasi seperti Jordi Amat, Thom Haye, dan Ragnar Oratmangoen.
Dalam pertemuan nasional di Kuala Lumpur yang dihadiri oleh berbagai tokoh sepak bola termasuk Tunku Ismail, Putra Mahkota Johor sekaligus pemilik klub Johor Darul Ta’zim, FAM menargetkan tujuh pemain keturunan Malaysia dari berbagai negara Eropa dan Amerika Selatan.
Gelombang Pertama Naturalisasi dan Awal Kontroversi
Pada Januari 2025, FAM mengumumkan bahwa mereka telah menemukan tujuh pemain yang disebut memiliki darah Malaysia.
Ketujuh pemain tersebut adalah Gabriel Palmero, Facundo Garces, Rodrigo Holgado, Imanol Machuca, Joao Figueiredo, Jon Irazabal, dan Hector Hevel.
Proses naturalisasi berlangsung cepat, bahkan sebagian besar dokumen diselesaikan hanya dalam waktu dua bulan. Tujuannya jelas — agar mereka bisa tampil di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia pada Maret 2025.
Namun langkah itu menimbulkan kontroversi besar. Publik mempertanyakan asal-usul para pemain karena tak ada hubungan historis antara Malaysia dengan negara asal para pemain tersebut, yakni Argentina, Brasil, dan Portugal.
Kecurigaan Menguat dan Laporan dari Vietnam
Ketika Timnas Malaysia menurunkan para pemain naturalisasi barunya pada laga uji coba melawan Vietnam pada Juni 2025, semuanya tampak berjalan mulus. Malaysia bahkan menang telak 4-0, dengan dua gol dicetak oleh pemain baru, Joao Figueiredo dan Rodrigo Holgado.
Namun, kemenangan itu menjadi awal dari malapetaka. Federasi Sepak Bola Vietnam (VFF) mengirimkan laporan resmi ke FIFA, menuduh bahwa lima dari tujuh pemain tersebut tidak memiliki darah Malaysia sama sekali.
Dalam laporan tersebut, VFF menyebut ada dugaan bahwa dokumen keturunan para pemain telah dipalsukan agar memenuhi syarat naturalisasi cepat. Nama-nama yang dilaporkan antara lain Facundo Garces, Rodrigo Holgado, Joao Figueiredo, Jon Irazabal, dan Hector Hevel.
FIFA Turun Tangan: Dugaan Pemalsuan Dokumen Terbukti
Setelah tiga bulan investigasi, FIFA akhirnya merilis hasil penyelidikan mereka pada Senin, 8 Oktober 2025.
Dalam laporan resmi yang diterbitkan oleh Komite Disiplin FIFA, ditemukan bukti kuat bahwa FAM telah mengirimkan dokumen palsu untuk mendukung klaim keturunan tujuh pemain tersebut.
“Setelah melalui evaluasi menyeluruh, Komite Disiplin FIFA menyimpulkan bahwa dokumen yang diajukan FAM tidak autentik. Data tempat lahir leluhur para pemain terbukti dimanipulasi,” tulis pernyataan resmi FIFA.
FIFA menemukan bahwa tidak ada satu pun dari kakek atau nenek para pemain itu yang lahir di Malaysia, meskipun dokumen FAM menyatakan sebaliknya.
Sanksi Berat untuk FAM dan Tujuh Pemain Naturalisasi
Sebagai konsekuensi, FIFA menjatuhkan denda sebesar CHF 350.000 atau sekitar Rp7,3 miliar kepada FAM.
Selain itu, tujuh pemain yang terlibat juga dijatuhi sanksi larangan bermain di kompetisi internasional selama 12 bulan, serta masing-masing dikenai denda CHF 2.000 (Rp41 juta).
Keputusan ini menjadi pukulan keras bagi Malaysia yang tengah berjuang memperbaiki peringkat mereka di level Asia. Selain kerugian finansial, mereka juga terancam gagal tampil di fase berikutnya Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia karena dianggap menurunkan pemain tidak sah.
FAM Ajukan Banding: Klaim Tak Bersalah
Menanggapi keputusan FIFA, FAM langsung mengeluarkan pernyataan resmi. Mereka membantah semua tuduhan dan menegaskan bahwa proses naturalisasi telah dilakukan sesuai dengan regulasi FIFA dan pemerintah Malaysia.
“Kami tidak pernah melakukan pemalsuan dokumen. Semua data pemain diserahkan melalui jalur resmi dan diverifikasi oleh otoritas hukum,” tulis FAM dalam keterangan resminya.
FAM juga memastikan akan mengajukan banding resmi ke Tribunal Sepak Bola FIFA, dengan harapan sanksi dapat ditunda atau dibatalkan sepenuhnya.
Namun, di tengah tekanan publik dan media, langkah ini justru memperkuat kesan bahwa proyek naturalisasi Malaysia berjalan dengan banyak kejanggalan administratif dan politis sejak awal.
Dampak Regional: Reputasi ASEAN di Mata Dunia
Skandal ini tidak hanya memukul Malaysia, tetapi juga mencoreng wajah sepak bola Asia Tenggara.
Setelah Indonesia berhasil membuktikan kesuksesan naturalisasi yang sah dan transparan, Malaysia kini menjadi contoh sebaliknya — ambisi yang berujung pada krisis kepercayaan internasional.
Bagi banyak pihak, kasus ini menjadi peringatan keras bagi federasi sepak bola lain di kawasan ASEAN agar tidak tergesa-gesa dalam mengejar prestasi lewat jalur instan.
Naturalisasi memang sah secara regulasi, tetapi prosesnya harus jujur, transparan, dan sesuai fakta hukum yang bisa dipertanggungjawabkan.
Kesimpulan: Dari Inspirasi Menjadi Pelajaran Pahit
Proyek naturalisasi yang awalnya dimaksudkan untuk memperkuat Timnas Malaysia kini berubah menjadi skandal besar yang mengguncang reputasi FAM.
Terinspirasi dari kesuksesan Indonesia, Malaysia justru terjebak dalam pusaran kontroversi yang berujung pada sanksi FIFA.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa dalam dunia sepak bola modern, ambisi tidak boleh mengalahkan integritas.
Naturalisasi bukan sekadar soal memperkuat skuad, tetapi juga tentang menjaga kehormatan, kejujuran, dan transparansi di level internasional.